Rapor Pendidikan (Hasil Asesmen Nasional) 2021

Rapor Pendidikan (Hasil Asesmen Nasional) 2021|hasil asesmen nasional, hasil akm, hasil survei lingkungan belajar, hasil survei karakter, bagaimana hasil asesmen di 2021
Rapor Pendidikan 
(Hasil Asesmen Nasional) 2021
rapor-pendidikan-hasil-asesmen-nasional-2021
rapor-pendidikan-hasil-asesmen-nasional-2021

Informasi hasil Rapor Pendidikan (Hasil Asesmen Nasional) 2021 yang telah diterbitkan pada 01 April 2022 oleh kemdikbud memberikan pandangan pendidik dan peserta didik bahwa sebagian terdapat perbandingan terbalik antara perilaku pendidik/sekolah dengan hasil peserta didik, Selengkapnya silakan lihat artikel dibawah ini. 

Ringkasan 
AN(Asesmen Nasional) terdiri dari 3 aspek penilaian: Kompetensi literasi-numerasi, karakter, dan lingkungan pembelajaran.

Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) Literasi-Numerasi:
• Pengukuran kompetensi literasi dan numerasi pada peserta didik 
• Asesmen berfokus pada pengembangan daya nalar dibanding pengetahuan konten survei karakter 
• Survei terhadap sikap, nilai, dan kebiasaan yang mencerminkan profil Pelajar Pancasila 
• Basis untuk tumbuh kembang peserta didik secara utuh dan tidak hanya berfokus pada dimensi kognitif.
Survei Lingkungan Belajar Pengukuran terhadap kualitas pembelajaran, refleksi pendidik, perbaikan praktik belajar, iklim keamanan dan inklusivitas satuan pendidikan, dan latar belakang keluarga peserta didik 
• Dasar untuk diagnosis masalah dan perencanaan perbaikan

Hasil AKM (Asesmen Kompetensi Minimum) 2021 
Terdapat isu kompetensi peserta didik di Indonesia dengan perbedaan capaian per jenjang.
Capaian Kompetensi Literasi : 1 dari 2 peserta didik belum mencapai kompetensi minimum literasi.
Capaian Kompetensi Numerasi: 2 dari 3 peserta didik belum mencapai kompetensi minimum numerasi.
Kompetensi literasi dan numerasi yang rendah berpotensi berakibat buruk pada keberlangsungan masyarakat, antara lain 
1. Kesulitan untuk peserta didik melanjutkan belajar di tingkat pendidikan selanjutnya, karena literasi dan numerasi adalah fondasi kemampuan belajar.
2. Daya saing rendah di era berbasis teknologi dan digital terutama di kancah internasional.
3. Kesadaran rendah terhadap hoax yang disebarkan di masyarakat.

Kesenjangan antar daerah serta kesenjangan antar satuan pendidikan dalam satu daerah masih tinggi. Performa satuan pendidikan terbaik di salah satu kabupaten di luar pulau Jawa setara dengan performa satuan pendidikan terburuk di salah satu kota di pulau Jawa 
• Begitu pula kesenjangan antara satuan pendidikan terbaik dan terburuk dalam daerah yang sama masih tinggi 
• Intervensi spesifik terhadap satuan pendidikan tertentu dapat memiliki dampak yang signifikan Jenjang pendidikan SD/MI/sederajat adalah jenjang yang memiliki proporsi satuan pendidikan "Perlu Intervensi Khusus" terbanyak untuk kompetensi numerasi.
18% satuan pendidikan di Jenjang SD/ MI/sederajat berada pada kategori Perlu Intervensi Khusus, jauh lebih tinggi dibandingkan jenjang lain seperti SMP (8%), SMA (6%), dan SMK (7%) Oleh karena itu penting untuk mengimplementasikan program-program Kemdikbudristek seperti Kurikulum Merdeka, Kurikulum Darurat, Modul Literasi dan Numerasi, serta Kampus Mengajar yang mendukung pemulihan pembelajaran terutama di jenjang SD/MI/sederajat.

Hasil Survei Karakter (2021) 
Iman, taqwa, dan akhlak mulia dan kreativitas merupakan karakter yang paling menonjol dari peserta didik Indonesia Hasil karakter SD/MI/ sederajat cukup tinggi tetapi terdapat indikasi pengerjaan oleh pendidik (WOW).  
Hasil SMA/SMK/MA/ sederajat relatif lebih tinggi dibanding dengan hasil SD/MI/ sederajat atau SMP/ MTs/sederaja Kebinekaan global dan kemandirian merupakan aspek yang relatif paling rendah dari peserta didik Indonesia Iman, taqwa, dan akhlak mulia dan kreativitas merupakan aspek yang paling menonjol dari peserta didik Indonesia tetapi sarana peserta didik untuk menyalurkan kreativitas masih terbatas. Semakin baik karakter, maka semakin baik capaian literasi dan numerasi.

Terdapat korelasi antara kompetensi literasi-numerasi dan karakter peserta didik 
– menunjukkan pentingnya kurikulum dan pembelajaran yang holistik Kualitas pembelajaran dan iklim satuan pendidikan penting untuk diperhatikan 
– lebih penting dari aspek sarana-prasarana dan administratif.

Hasil Survei Lingkungan Belajar (2021) 
Survei Lingkungan Belajar mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik, seperti kualitas pembelajaran, iklim keamanan, dan iklim kebinekaan.

Kualitas pembelajaran: tingkat kualitas interaksi antara pendidik dan peserta didik, dan materi pembelajaran dalam proses pengajaran dan pembelajaran.
Iklim keamanan: tingkat rasa aman dan kenyamanan peserta didik di satuan pendidikan dalam hal perasaan aman, perundungan, hukuman fisik, pelecehan seksual, dan narkoba di lingkungan satuan pendidikan Iklim.

kebinekaan: menyangkut bagaimana lingkungan satuan pendidikan menyikapi keberagaman seperti perbedaan individu, identitas, maupun latar belakang sosialbudaya dan mengenai komitmen kebangsaan.

Pendidik Indonesia relatif baik dalam memberikan dukungan afektif pada peserta didik tetapi perlu peningkatan kemampuan manajemen kelas dan aktivasi kognitif. Terdapat perbedaan besar antara persepsi kualitas pembelajaran antara pendidik dan peserta didik, padahal persepsi peserta didik menunjukkan korelasi lebih tinggi terhadap capaian pembelajaran.

Perbedaan persepsi antara pendidik dan peserta didik menunjukkan bahwa level pembelajaran berorientasi peserta didik masih rendah di seluruh jenjang pendidikan. Penting untuk memperhatikan penilaian peserta didik terhadap kualitas pembelajaran; penilaian peserta didik memiliki korelasi yang lebih besar terhadap capaian kompetensi dibandingkan dengan penilaian pendidik.

24,4% peserta didik berpotensi mengalami insiden perundungan di satuan pendidikan dalam satu tahun terakhir. Contoh pertanyaan di dalam survei yang berkaitan dengan insiden perundungan: Selama satu tahun terakhir, seberapa sering kamu memiliki pengalaman-pengalaman berikut ini di sekolah?.. Saya dipukul atau ditendang atau didorong oleh siswa lain di sekolah, Saya diancam oleh siswa lain, Siswa lain mengambil atau merusak barang-barang milikku.

Semakin pendidik/kepala satuan pendidikan paham tentang konsep perundungan, semakin berkurang insiden yang terjadi. Contoh pernyataan dalam survei untuk mengukur pemahaman pendidik/kepala satuan pendidikan tentang perundungan: 
1. Kejadian yang dianggap sebagai bullying/ perundungan itu biasanya hanya kenakalan yang wajar dilakukan peserta didik 
2. Satuan pendidikan tidak perlu terlalu serius menangani kasus-kasus yang sering disebut sebagai bullying/perundungan 
3. Saya tahu apa yang perlu dilakukan jika ada peserta didik yang melapor telah mengalami bullying/perundungan. 
4. Saya paham cara menangani peserta didik yang menjadi pelaku bullying/perundungan 
Kesimpulan : Pemahaman pendidik/kepala satuan pendidikan atas konsep perundungan berbanding terbalik dengan insiden perundungan

Tingginya potensi insiden kekerasan seksual di satuan pendidikan memerlukan perhatian khusus.
22,4% peserta didik menjawab “Pernah” pada pertanyaan survei yang menunjukkan potensi insiden kekerasan seksual. Contoh pertanyaan di dalam survei yang menunjukkan potensi insiden kekerasan seksual: Jawablah pertanyaan berikut. Jika kamu merasa tidak nyaman untuk menjawab, kamu diperbolehkan memilih opsi jawaban " Saya tidak mau menjawab 
(pertanyaan di bagian ini Apakah siswa lain/pendidik/orang dewasa lain di sekolahmu pernah menunjukkan bagian tubuh tertentu atau hal-hal seksual lain secara langsung?.).
(Apakah siswa lain/pendidik/orang dewasa lain di sekolahmu pernah menunjukkan bagian tubuh tertentu atau hal-hal seksual lain secara tidak langsung (misal melalui gambar/video di HP atau media sosial)).

Potensi insiden kekerasan seksual di satuan pendidikan lebih rendah pada satuan pendidikan yang memiliki program pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Contoh program pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di satuan pendidikan yang ditanyakan dalam survei 
1. Seminar atau pelatihan untuk pendidik 
2. Seminar atau pelatihan untuk peserta didik 
3. Kampanye dan sosialisasi rutin mengenai pencegahan kekerasan seksual 
4. Pedoman pencegahan kekerasan seksual 
Kesimpulan : Keberadaan program pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di satuan pendidikan berbanding terbalik dengan potensi insiden kekerasan seksual
close